Sabtu, 06 November 2010

Pacaran dalam Islam???? Emang ada???

Dari Ibnu Abbas r.a. dikatakan : Tidak ada yang kuperhitungkan lebih menjelaskan tentang dosa-dosa kecil daripada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah telah menentukan bagi anak Adam bagiannya dari zina yang pasti dia lakukan. Zinanya mata adalah melihat (dengan syahwat), zinanya lidah adalah mengucapkan (dengan syahwat), zinanya hati adalah mengharap dan menginginkan [pemenuhan nafsu syahwat], maka farji (kemaluan) yang membenarkan atau mendustakannya…” (HR Bukhari & Muslim)
Dalil di atas kemudian juga diperkuat lagi oleh beberapa hadits dan ayat Al Quran berikut:
“Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita kecuali bersama mahramnya.” (Bukhori dan Muslim)
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah seorang laki-laki sendirian dengan seorang wanita yang tidak disertai mahramnya. Karena sesungguhnya yang ketiganya adalah syaitan.” (HR. Ahmad).
“Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HASAN, Thabrani dalam Mu`jam Kabir 20/174/386)
“Demi Allah, tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun dalam keadaan membai’at. Beliau tidak memba’iat mereka kecuali dengan mangatakan: “Saya ba’iat kalian.” (HR. Bukhori)
“Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan dengan wanita..” (HR Malik , Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad)
Telah berkata Aisyah RA, “Demi Allah, sekali-kali dia (Rasul) tidak pernah menyentuh tangan wanita (bukan mahram) melainkan dia hanya membai’atnya (mengambil janji) dengan perkataaan.” (HR. Bukhari dan Ibnu Majah).
“Wahai Ali, janganlah engkau meneruskan pandangan haram (yang tidak sengaja) dengan pandangan yang lain. Karena pandangan yang pertama mubah untukmu. Namun yang kedua adalah haram”. (HR Abu Dawud , At-Tirmidzi dan dihasankan oleh Al-Albani)
“Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis. Maka barangsiapa yang memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari Kiamat.” (HR. Ahmad)
Dari Jarir bin Abdullah r.a. dikatakan: “Aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang memandang (lawan-jenis) yang (membangkitkan syahwat) tanpa disengaja. Lalu beliau memerintahkan aku mengalihkan pandanganku.” (HR Muslim)
“Janganlah kau terlalu lembut bicara supaya (lawan-jenis) yang lemah hatinya tidak bangkit nafsu (syahwat)-nya.” (QS al-Ahzab [33]: 32)
Udah jelas kan dalil n haditsnya,,,nah..
sekarang coba kita bahas bersama, ada g' y pacaran dalam islam??
Sebelumnya perlu kita ketahui, makna dan filosofi dari pacaran itu sendiri:
Kalau ditinjau lebih jauh sebenarnya pacaran menjadi bagian dari kultur Barat. Sebab biasanya masyarakat Barat mensahkan adanya fase-fase hubungan hetero seksual dalam kehidupan manusia sebelum menikah seperti puppy love (cinta monyet), datang (kencan), going steady (pacaran), dan engagement (tunangan).
Bagaimanapun mereka yang berpacaran, jika kebebasan seksual da lam pacaran diartikan sebagai hubungan suami-istri, maka dengan tegas mereka menolak. Namun, tidaklah demikian jika diartikan sebagai ungkapan rasa kasih sayang dan cinta, sebagai alat untuk memilih pasangan hidup. Akan tetapi kenyataannya, orang berpacaran akan sulit segi mudharatnya ketimbang maslahatnya. Satu contoh : orang berpacaran cenderung mengenang dianya. Waktu luangnya (misalnya bagi mahasiswa) banyak terisi hal-hal semacam melamun atau berfantasi. Amanah untuk belajar terkurangi atau bahkan terbengkalai. Biasanya mahasiswa masih mendapat kiriman dari orang tua. Apakah uang kiriman untuk hidup dan membeli buku tidak terserap untuk pacaran itu ?
Atas dasar itulah ulama memandang, bahwa pacaran model begini adalah kedhaliman atas amanah orang tua. Secara sosio kultural di kalangan masyarakat agamis, pacaran akan mengundang fitnah, bahkan tergolong naif. Mau tidak mau, orang yang berpacaran sedikit demi sedikit akan terkikis peresapan ke-Islam-an dalam hatinya, bahkan bisa mengakibatkan kehancuran moral dan akhlak. Na’udzubillah min dzalik !